Sabtu, 23 Mei 2020

Berkat Tuhan Untuk Orang Yang Diremehkan


            Dalam hidup, kita tak mungkin bisa menyenangkan hati semua orang. Tak perlu membuat kesalahan untuk dibenci orang, orang yang memang pada dasarnya membenci kita tetaplah benci meskipun kita melakukan kebaikan, itu memang sifat manusia.
            Saat aku SMP aku ingat betul ada seorang teman yang mengatakan “Aku gak yakin kamu bisa sekolah sampai selesai, apalagi sekolah jauh. Anak nakal seperti kamu yang ada malah hamil!”. Tak bisaku pungkiri, sebagai seorang anak SMP yang masih labil aku tentu sakit hati mendengar apa yang dia katakan waktu itu, apalagi dia mengatakan itu tepat di depan mataku tapi aku hanya tersenyum saat dia mengatakan itu dan aku jawab dalam hati “Kita lihat nanti”.
Tahun demi tahun berganti, setelah lulus SMP kami berpencar masuk ke sekolah pilihan masing-masing kami bahkan  hampir tidak pernah bertemu atau berkirim pesan, hanya sekedar melihat postingan-postingan yang lewat di berandaku. Aku tau dan menyadari bahwa beberapa diantara teman-temanku juga tidak suka padaku meskipun mereka tetap berteman denganku, tapi aku tidak banyak perduli soal itu toh aku memang bukan orang yang pandai bergaul jadi tak heran jika teman-temanku pun merasa tak nyaman denganku. Aku bersekolah disalah satu sekolah baru di daerahku, sekolah ini sederhana, jauh dari keramaian bahkan untuk tiba di sekolah aku harus melewati perjalanan yang jauh, sepi dan melewati hutan, tapi aku sama sekali tidak mempermasalahkan itu karena ini memang pilihanku. Tentu omongan pedas dan sindiran dari teman-teman lamaku tak berhenti meskipun kami sudah tak satu sekolah lagi, karena masihku baca di kolom komentar status media sosial beberapa diantara mereka mengatakan ini “Mau jadi apa sekolah di hutan, sekolah gak jelas”, ya aku tau dia memang bersekolah di Sekolah elit di luar daerahku tapi tak seharusnya dia mengatakan itu, lalu ku balas di kolom komentar statusnya “Orang sukses dan berhasil tidak ditentukan dimana dia bersekolah”, Tidak ada balasan untuk komentarku waktu itu tapi mengingat itu aku semakin rajin belajar dan berusaha menyelesaikan sekolahku sebaik mungkin.
Waktu begitu cepat berlalu, tak terasa itu tahun terakhir aku di SMA. Setelah lulus aku mendapat tawaran beasiswa dari salah satu Perguruan Tinggi di daerahku karena memang aku salah satu murid berprestasi di sekolah, tak ku ambil tapi ku katakan pada kepala sekolahku saat itu bahwa mungkin bisa dialihkan ke temanku yang lebih membutuhkan beasiswa itu. Bukan aku sombong, aku hanya ingin mencoba sesuatu yang baru, tidak berada dalam satu lingkungan dan orang yang sama sepanjang waktu. Tuhan mendengar dan menjawab doaku, aku lulus tes masuk disalah satu Perguruan Tinggi Swasta di Kota Surabaya, dan ini adalah salah satu Sekolah Kesehatan Swasta terbaik di Indonesia. Dari antara sekian banyak  calon mahasiswa yang mendaftar, aku mungkin salah satu yang diberi kemudahan karena aku hanya mendaftar dari rumah melalui pesan WhatsApp tanpa perlu mengikuti tes di kampus, campur tangan siapa lagi kalau bukan karena campur tangan Tuhan yang membuat semuanya mudah.
Aku memulai hidup baruku disini, bertemu dengan orang-orang baru, dan berdaptasi dengan lingkungan,  budaya  serta kebiasaan baru. Salah seorang teman lama menghubungiku, menanyakan kabar serta sedikit bercerita tentang kehidupan kami sekarang, diantara teman-teman lamaku yang menurutku paling mengerti dan baik padaku hanya dia dan kami masih berkomunikasi sampai sekarang. Darinya aku tau bahwa orang-orang yang dulu gencar meremehkanku, yang selalu berkata buruk tentangku ternayata hidupnya tak lebih baik dariku, tak perlu ku deskripsikan seberapa sulit dan buruknya kondisi mereka sekarang, aku bukan orang yang suka membicarakan kehidupan orang lain.
Mengingat setiap kata yang pernah mereka ucapkan agar membuatku terlihat buruk waktu itu memang menyakitkan, salah satu cara ampuh yang bisa digunakan untuk membunuh seseorang adalah kata-kata dan aku merasakan betul betapa sakitnya ketika membaca atau mendengar setiap komentar-komentar buruk orang lain tentang diri kita yang tidak sepenuhnya benar, dan yang bisa kulakukan saat itu hanya diam, apalagi yang bisa ku lakukan selain berusaha keras untuk meraih setiap hal yang menjadi cita-citaku dan membanggakan keluargaku.
Aku tidak ingin membuktikan apapun kepada teman-temanku, aku bersyukur karena Tuhan menempa aku sedemikian rupa, penuh kesukaran, lelah dan air mata. Aku mengucapkan banyak terimakasih atas semua perkataan dan komentar negative yang selalu keluar dari mulut mereka saat itu, kalau saja aku tak melewati itu dan tak pernah mendengar itu semua dari mulut mereka aku mungkin tidak pernah ada di tempat dimana aku berdiri sekarang.
Terimakasih untuk kalian yang sudah mengantar aku dari jalan yang gelap menuju jalan yang terang, terimakasih sudah menjadi bagian yang merubah pola berpikirku, dan terimakasih karena sudah mau berteman denganku.

Jumat, 22 Mei 2020

Pergilah Dengan Cara Yang Baik


Aku mengenal seoarang pria yang begitu melihatnya entah kenapa aku begitu jatuh cinta, rasanya aku tidak ingin melewatkan satu detikpun waktuku tanpa berbicara dengannya. Yah, dia memang yang paling bersinar diantara semuanya dari hariku mendung kelabu kini cerah merekah karena obrolan-obrolan hangat kami berdua. Semakin sering kami bercerita dan menghabiskan waktu berdua semakin aku dibuatnya jatuh cinta, aku tenggelam dalam perasaan cinta yang dalam kepadanya. Sejak saat itu kami memutuskan untuk memulai sebuah hubungan pacaran bahkan sebelum kami sempat bertemu, yah bisa dikatakan ini kisah cinta diudara karena kami tinggal di kota yang berbeda. Aku salah satu dari orang-orang yang percaya bahwa jatuh cinta memang bisa melalui begitu banyak dimensi meskipun kenyataannya kami memang belum pernah bertemu.
Aku melewati hari-hari yang menyenangkan setelah kehadirannya, kami merencanakan banyak hal bersama pendidikan, pekerjaan, pernikahan bahkan rencana kami setelah berkeluarga nanti. Topic obrolan yang tidak ingin aku bahas jika bukan dengan orang yang aku yakini akan menikahiku kelak, kami mulai saling memperkenalkan diri kami pada keluarga masing-masing dan aku selalu berpikir bahwa hubungan yang sudah melibatkan orangtua di dalamnya tentu tidak lucu jika dirusak dan itu adalah salah satu alasan yang membuat aku begitu yakin bahwa dia tidak mungkin menyakiti dan meninggalkanku.
Akhirnya kami punya kesempatan untuk bertemu, tidak ada satu katapun yang bisa mendeskripsikan bagaimana aurnya perasaanku saat itu, aku benar-benar dimabuk cinta. Aku berusaha mempersiapkan diriku sebaik mungkin sebelum bertemu dengannya, mungkin aku tidak sesuai dengan harapannya atau mungkin sebaliknya tapi itu tidak masalah karena aku mencintai dia dengan tulus, entah dia melakukan hal yang sama atau tidak aku tidak perduli yang aku tau hanya aku cinta dia saat itu. Kami melewati hari yang singkat itu berdua, sungguh indah rasanya. Sampai akhirnya, dia harus kembali pulang untuk bekerja. Hari-hari berikut setelah kepulangannya adalah hari-hari yang paling mendebarkan bagiku, ya bagaimana tidak aku selalu takut membuatnya kecewa dengan rupa dan fisikku yang tak sempurna tapi setelah pertemuan itu sikapnya padaku masih sama. Hari, minggu dan bulan terus berlalu kekhawatiran itu perlahan memudar, ku pikir mungkin dia memang menerimaku apa adanya sama seperti apa yang aku lakukan terhadapnya selama ini.
Kesibukan kami kian hari kian bertambah, tugas, pekerjaan dan kegiatan-kegiatan lain mulai membuat kami kehilangan waktu untuk saling bercerita, bahkan ucapan selamat pagi dan selamat tidurpun sudah tak pernah lagiku baca tapi perasaanku tetaplah perasaan yang sama. Aku selalu berusaha memaklumi dan mendukung kariernya, itulah sebabnya ketika dia mengatakan dia sibuk dengan  kegiatan dan pekerjaannya aku tidak pernah menjadikan hal tersebut sebagai masalah dalam hubungan kami karena aku menaruh kepercayaan padanya dan aku selalu percaya bahwa dia adalah orang yang akan setia menjaga setiap hal yang telah kami sepakati. Entah kenapa semakin hari aku justru merasa aku semakin jauh, yah dia yang menjauh dariku, dia yang mulai membuat jarak, dia yang mulai tidak membalas pesan dan tidak mengangkat telepon dariku. Alasannya selalu sama, “aku sibuk!”. Apakah memang tidak ada waktu sama sekali untuk sekedar membalas pesan atau memberi kabar? Aku pikir sebenarnya bukan karena itu, toh rasanya mustahil di zaman yang serba bergantung dengan handphone ini kita tidak menyentuh atau membuka handphone sama sekali, apalagi kamu harus selalu memantau notifikasi yang masuk dari senior, rekan kerja dan sebagainya, alasan klasik untuk menghindari seseorang yang mungkin kamu rasa mengganggu moodmu.
Aku mulai menyadari bahwa ada sesuatu yang salah dalam hubungan kami, dia tidak lagi mengabariku, dia tidak lagi membalas pesan-pesan dari orangtuaku, bahkan kontakku diblokirnya. Apa yang salah? Aku berusaha introspeksi diri, mencari celah untuk melihat apanya yang salah. Sejauh ini kami baik-baik saja, bahkan dihari terakhir dia mengabariku kami bahkan tidak bertengkar sama sekali, kami bercerita seperti biasa, kami mengungkapkan rasa rindu dan sayang, semua normal seperti biasa tapi aku harus menerima kenyataan bahwa itu adalah hari terakhir dia mengabariku. Setiap hari aku masih terus mengiriminya pesan untuk memberinya semangat, mengingatkannya makan, menanyakan bagaimana hari-hari yang dia lewati, bagaimana pekerjaannya? Tapi tentu yang aku dapatkan hanyalah pesan-pesan panjang yang tak terbaca.
Setelah hari hari yang sakit berlalu, bulan bulan pahit menyadarkan diriku bahwa dia yang ku perjuangkan sepenuh hati ternyata memang bukan untukku. Sekeras apapun aku berjuang, sebanyak apapun aku berusaha, meskipun ku paksakan tetap saja dia bukan lagi milikku. Perasaannya untukku telah hilang, entah apa yang membuat tapi itulah yang saat ini terjadi mungkin melepaskan memang
pilihan yang tepat daripada menahanmu tetap disini tapi kita sama-sama tidak bahagia. Jika memang ingin pergi tak apa, tapi pamit dan pergilah dengan cara yang baik agar kita bisa saling mendoakan, ini cukup menunjukkan seberapa dewasa kita dalam menyikapi suatu perpisahan daripada pergi tanpa alasan dan meninggalkan luka yang tak berkesudahan, karena yang kau sakiti bukan hanya hati satu orang saja melainkan hati orangtua dan keluarga yang sudah menaruh harapan dan kepercayaan mereka pada pria yang ternyata tak ada tanggung jawabnya.
Jangan berpikir bahwa aku menulis ini karena aku masih berharap cinta dan belaskasihan dari pria sepertimu, aku tidak butuh itu karena kau memang tidak memiliki itu semua dalam dirimu. Aku sama sekali tidak membencimu setelah semua hal yang telah kau lakukan padaku, aku sudah ikhlas dan memaafkan kamu jauh sebelum aku menulis ini, untuk pesan-pesan yang tak pernah kau baca itu hanya akan menjadi pesan yang tak pernah sampai. Tidak ada penyesalanku didalamnya, aku hanya ingin mengucapkan rasa terimakasihku kepadamu karena telah menunjukan siapa dirimu sebenarnya. Caramu memperlakukan ku kemarin adalah cara Tuhan mempertemukanku dengan dia hari ini, aku harap suatu hari kau akan membaca tulisan ini dan menyadari seberapa besar kau telah menyakitiku.